Pasalnya untuk memenuhi persyaratan formulir pendaftaran saja, orangtua calon siswa pada rintisan madrasah standar nasional itu sudah harus merogoh kocek dalam-dalam. Pihak madrasah mensyaratkan uang sampai Rp 650 ribu, dan itu harus dibayar saat mengembalikan formulir pendaftaran. Infonya, uang itu untuk biaya pengadaan baju dan uang buku. "Bilangnya biaya hanya untuk uang pendaftaran saja, nanti tidak ada lagi biaya lain. Lumayan berat juga, apalagi pengembalian formulir hanya diberi tenggang waktu tiga hari,” jelas Ernawati, salah satu orangtua calon siswa yang ditemui KORAN PENDIDIKAN sedang antre mengambil formulir. Menariknya, otoritas pendidikan provinsi DKI Jakarta sebelumnya sudah melarang aneka bentuk pungutan. Apapun bentuknya, selama masa penerimaan siswa baru, pemprov sudah mengeluarkan edaran larangan itu. Disebutkan juga bila biaya untuk pendaftaran siswa sudah dibebankan pada APPBD DKI Jakarta. Namun rupanya, aturan larangan pun diterbitkan –memang- untuk dilanggar. Bagi orangtua yang berkecukupan, angka Rp 650 ribu –apalagi untuk ukuran hidup di ibukota- tentu bukan jumlah yang besar. Tetapi bagi Erna, yang suaminya hanya buruh tidak tetap dan rumah saja masih kontrak, biaya formulir pendaftaran itu dirasa amatlah tinggi. Erna pun tidak punya pilihan lain; datang ke pegadaian untuk menjaminkan barang kesayangannya demi mendapat dana segar. "Yang terpenting anak saya bisa sekolah dan mengenyam pendidikan agar cita-cita anaknya itu kelak bisa tercapai,” tutur Erna. Di tempat terpisah, Pemimpin Perum Pegadaian cabang Condet Rosdiniawati, mengakui bahwa pihaknya kebanjiran peminjam dimusim penerimaan siswa baru ini. Rata-rata mereka menggadaikan barang untuk memenuhi keperluan pendidikan. Dan rata-rata barang yang digadaikan berbentuk perhiasan, terutama emas. "Mungkin bagi para orangtua, Pegadain dinilai sangat tepat untuk solusi dari memecahkan masalah biaya pendidikan,” terang